Rabu, 27 Januari 2010

Sejarah Motor BMW di Indonesia
















Sepeda motor Bayerische Motoren Werke atau BMW tua masih melintas di jalan-jalan Kota Bandung. Penunggangnya merasa bangga karena motor itu bermuatan sejarah panjang.Pada tahun 1923-1973 atau rentang waktu 50 tahun, perusahaan BMW, Jerman, pernah memproduksi sepeda motor. Jenis pertamanya adalah R-32 (1923-1926) dan terakhir R75/5 (1969-1973).Pada awal kehadirannya, BMW adalah motor yang dipikirkan matang-matang sebelum lahir. Dibutuhkan kendaraan yang kuat dan berteknologi tinggi, tetapi bisa dibeli masyarakat dengan harga murah. Motor itu juga dirancang untuk bisa menjelajah hutan belantara, ladang salju, hingga melibas lintasan balap motor.Menurut Iyan Tjandradinata, penghobi sekaligus Humas BMW Club Bandung (BCB), perkumpulan pencinta motor BMW di Bandung, motor ini mulai masuk ke Indonesia tahun 1950-an. Saat itu, ribuan motor BMW masuk ke Indonesia dengan dua cara. Pertama, lewat jalur pemerintah. Jalur ini hanya mengizinkan BMW dimiliki perwira tentara saat itu.Jalur kedua, melalui swasta dengan membangun tempat pameran dan pemesanan. Ada dua tempat di Bandung, yaitu NV Spemotri, yang saat ini menjadi Bank Niaga di Dago, dan CV Dennbarr di Simpang Lima Bandung. Yang paling banyak masuk Indonesia adalah motor BMW satu silinder 249 cc, yaitu R-25, R26, dan R/27."Dahulu, BMW menjadi semacam kendaraan resmi sebagai pengiring atau pembuka jalan bagi acara kenegaraan.Salah satunya ketika mengawal masuknya bendera Merah Putih ke Bandung tanggal 28 September 1961," katanya.Oleh karena itu, bersama para pencinta BMW yang tergabung dalam BCB, Iyan bertekad mempertahankan keberadaan BMW. Bukan tidak mungkin, varian BMW yang masih tersisa justru banyak ditemukan di Indonesia.Ia memberikan contoh BMW varian R-51/2 500 cc keluaran 1952 yang dimilikinya. Motor ini diyakini hanya ada dua di Indonesia. Lengkap dengan side car-nya, ia yakin tidak mudah menemukan kembarannya.Tawaran dipindahtangankan sudah banyak berdatangan. Namun, bukan semata-mata uang, melainkan kepuasan menjaganya tetap lestari mengasapi jalanan yang menjadi hal utama."Motor ini sudah menemani saya ke berbagai daerah di Indonesia. Kenikmatannya tiada duanya," ujarnya.KebanggaanHal yang sama dikatakan Yanto, pemilik varian langka R-25/2 tahun 1952 atau yang dikenal dengan sebutan BMW Kwaci karena tangkinya mirip kuaci. Menurut dia, BMW miliknya memang berasal dari Jerman. Namun, belum tentu motor serupa saat ini mudah ditemukan di tempat asalnya. Dari ban sampai spion ia datangkan dari Jerman. Bahkan, ia harus mengorbankan empat motor BMW tipe lain untuk diambil bagian tertentu."Menunggangi motor penuh sejarah ini saja adalah suatu kebanggaan. Saya rela berkorban apa dan berapa saja asal motor ini terlihat seperti pertama kali keluar pabrik. Saya ingin anak-cucu bangga menjadi pemilik varian BMW langka yang masih terawat dengan baik," katanya.Mengenai suku cadang, menurut Aan Tjandradinata, sesepuh BCB, bukan masalah. Meski BCB belum lagi aktif, kerja sama dengan pabrikan suku cadang BMW di Jerman masih dilakukan. Hasilnya, suku cadang asli buatan Jerman selalu bisa didapatkan.Penggemar BMW berharap keberadaan motor ini bisa dipertahankan. Mereka sadar, tidak bisa berharap banyak orang akan tetap menggunakan BMW. Namun, bila diminta bermimpi, mereka mengatakan hanya ingin tetap melihat BMW melaju di jalan, bersaing dengan saudaranya yang lebih muda."Mengendarai BMW, bagi saya, tidak sekadar seperti mengendalikan motor biasa. Saya terpancing ikut menjaganya tetap abadi," kata Aan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar